Entri Populer

Selasa, 24 Januari 2012

SYARAT-SYARAT & CARA PERPANJANGAN/REGISTRASI ULANG STR DOKTER & DOKTER GIGI 2011


  


 

Kelengkapan Berkas Untuk PERPANJANGAN STR
  •  Form 1c
  • Foto copy STR lama
  • Surat Sehat yg sdh divalidasi ketua IDI cabang
  • Surat pernyataan etika yg divalidasi ketua IDI cabang
  • Sertifikat Kompetensi (di dpt stlh melalui proses resertifikasi/p2kB) – pas foto 4×6 4lbr, 2×3 2lbr
  • Bukti transfer Rp 250.000 ke rek KKI Nomor 93.20.5556 BNI Cabang Melawai Raya Kebayoran Baru Jakarta Selatan

    Melalui surat bernomor 1200/PB/A.3/09/2010 yang ditujukan kepada Para Ketua IDI Wilayah, Para Ketua IDI Cabang, Para Ketua Perhimpunan Dokter Layanan Primer (PDPP), Para Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) dan Para Keta Kolegium Dokter Spesialis.

    Disampaikan bahwa Pengurus Besar IDI sudah mengeluarkan SK tentang resertifikasi dan registrasi beserta juklaknya. SK Resertifikasi tersebut merupakan amanat Rapat Pleno Diperluas yang di hadiri oleh MPPK, MKKI, MKEK, Perhimpunan tingkat pusat dan IDI wilayah serta IDI cabang setempat. Rapat Pleno Diperluas tersebut memutuskan:
  1. Pendaftaran administrasi P2KB untuk dokter spesialis maupun dokter umum melalui IDI cabang dan IDI Wilayah.

  2. Semua persyaratan administrasi melalui IDI cabang dan IDI Wilayah
  3. Mekanisme pelaporan kegiatan P2KB dapat dilakukan secara online maupun off line
  4. Verifikasi administrasi (iuran anggota, iuran P2KB IDI dan pembayaran pengurusan STR), surat sehat dan etika oleh IDI Cabang, verifikasi konten P2KB dokter spesialis dilakukan oleh PDSp cabang/pusat dikoordinir oleh IDI Wilayah/PB IDI
  5. Bagi PDSP yang sudah siap online, akan dinilai kesiapan intergrasinya oleh PB IDI
  6. Membatalkan SK bersama antara MKKI dan MPPK mengenai P2KB
  7. Memberi amanat kepada PB IDI untuk mengeluarkan SK alur resertifikasi

    Atas dasar tersebut diatas, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mengeluarkan SK tersebut. Berhubung dengan adanya MOU antara PB IDI dan KKI maka SK resertifikasi dan Registrasi di gabung menjadi satu.

    Dalam waktu dekat PB IDI akan melakukan sosialisasi SK beserta Juklak tersebut. Atas Perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan banyak terimakasih 
Surat Keputusan Pengurus Besar IDI Nomor : 677/PB/A.4/08/2010 

Tanggal :19Agustus 2010

Alur pendataan dan resertifikasi Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) dan Pembiayaan Program P2KB untuk Resertifikasi sebagai berikut;
A. Alur Resertifikasi P2KB IDI
  1. Dokter Umum maupun Spesialis mendaftar P2KB melalui IDI Cabang dengan menyerahkan dokumen P2KB dan persyaratan STR
  2. Bagi PDSP yang sudah siap online akan dinilai kesiapannya oleh tim yang dibentuk oleh PB IDI.
  3. Dokter Spesialis yang mengikuti P2KB secara online, mendaftar dan menyerahkan dokumennya ke IDI Cabang.
  4. IDI Cabang menverifikasi dokumen P2KB dokter umum, membuat resume lalu mengirimkan ke IDI wilayah dan BP2KB PB IDI beserta persyaratan STR nya.
  5. IDI Cabang memeriksa kelengkapan dokumen P2KB dokter spesialis kemudian mengirimkan dokumen P2KB spesialis tersebut ke IDI Wilayah.
  6. IDI Wilayah menverifikasi ulang P2KB eksternal dokter umum kemudian melegalisir resume dari IDI Cabang lalu di kirim ke PB IDI
  7. IDI Wilayah dengan mengikutsertakan PDSp cabang menverifikasi P2KB dokter spesialis, PDSP cabang membuat resume kemudian dilegalisir IDI Wilayah lalu dikirim ke BP2KB PB IDI
  8. PB IDI menverifikasi ulang P2KB dokter umum dan dokter spesialis dan mengeluarkan rekomendasi P2KB untuk diteruskan ke kolegium terkait.
  9. Kolegium terkait mengeluarkan sertifikat kompetensi berdasarkan rekomendasi dari PB IDI dan mengirimkan ke IDI Cabang yang bersangkutan serta mengirim copy sertifikat kompetensi yang sudah dilegalisir ke PB IDI untuk dilegalisasi dengan dibuatkan pengantar ke KKI
  10. PB IDI membuat surat pengantar dan mengirim sertifikat kompetensi yang sudah dilegalisir ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
  11. KKI akan mengeluarkan STR berdasarkan Sertifikat Kompetensi dari PB IDI dan persyaratan administrasi lain sesuai ketentuan yang berlaku
Untuk IDI cabang yang belum siap, dapat bergabung dengan IDI cabang yang berdekatan atau diambil alih oleh IDI wilayah.

B. Pencapaian SKP 

IDI Cabang/IDI Wilayah menfasilitasi Pencapaian SKP yang didapat oleh dokter/dokter spesialis tanpa membebani anggota.


C. Biaya Resertifikasi 

Biaya resertifikasi ditetapkan sebagai berikut;
Dokter Umum Rp. 200.000,- dengan pembagian ;
65% untuk cabang
10% untuk wilayah
15% untuk PB IDI
10% untuk KDI (Kolegium Dokter Indonesia)

2. Dokter Spesialis Rp. 400.000,- dengan pembagian ;
65% untuk IDI cabang
10% untuk IDI wilayah
15% untuk PB IDI
10% untuk Kolegium masing-masing

Biaya tersebut dibayarkan melalui Rekening PB IDI dan akan didistribusikan ke rekening masing-masing sesuai dengan prosentasenya.

IDI Cabang, IDI Wilayah dan Perhimpunan Spesialis/Kolegium dilarang memungut biaya diluar ketentuan IDI kecuali untuk biaya cetak sertifikat dan biaya pengiriman.

Aturan lain yang bertentangan dengan SK ini batal dengan sendirinya atau tidak berlaku lagi

Ketentuan ini berlaku hanya untuk resertifikasi pertama di tahun 2010 sampai akhir 2013.

Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan (19 AGUSTUS 2010)


 

Hari ini, 22 Desember 2010, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengadakan Launching Penyerahan Surat Tanda Registrasi (STR) Ulang kepada dokter dan dokter gigi sebagai penanda bahwa masa registrasi ulang telah dimulai. Sesuai Undang Undang Praktik Kedokteran (UUPK) Pasal 29, setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki STR dokter dan dokter gigi yang diterbitkan oleh KKI.
STR dokter dan dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan. Pada akhir Desember 2010, dokter/dokter gigi yang harus melakukan registrasi ulang sejumlah 96 orang dan 65.374 orang pada akhir tahun 2011. Hingga Oktober 2010, KKI telah meregistrasi 114.706 orang dokter dan dokter gigi yang terdiri dari 73.574 dokter, 19128 dokter spesialis, 20445 dokter gigi, dan 1559 dokter gigi spesialis.
Mengacu pada Pasal 29 ayat (3) UUPK, secara normatif persyaratan registrasi ulang hanya ada 2 (dua) yaitu adanya surat keterangan sehat fisik dan mental dan sertifikat kompetensi, sedangkan persyaratan lain seperti pengisian Pengisian Form IC yg disediakan fotokopi STR yang masih berlaku, bukti asli pembayaran biaya registrasi Rp.250.000,- yang merupakan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) KKI, pas foto terbaru 4 lbr ukuran 4×6 cm dan 2 lbr ukuran 2x3cm sesuai pasal 8 Perkonsil Nomor 42/2007 lebih merupakan persyaratan administrasi.
Launching Penyerahan STR Ulang Dokter/Dokter gigi yang baru pertama kali diadakan ini bertujuan untuk:
1. Menjaga kualitas/kompetensi dokter dan dokter gigi dalam rangka memberikan perlindungan kepada pasien
2. Pertanggungjawaban KKI dalam menjaga praktik kedokteran sesuai amanah UUPK
3. Memberikan apresiasi dokter/dokter gigi yang taat hukum dan para stakeholder atas kerjasamanya terkait pelaksanaan registrasi
4. Pengingat/penggugah bagi dokter/dokter gigi se-Indonesia agar melakukan registrasi ulang sesuai kompetensi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku STR jatuh tempo.
Mengapa begitu lama? Karena pengajuan dokumen untuk registrasi ulang (STR) hanya dapat diproses bila memenuhi persyaratan, antara lain: sertifikat kompetensi. Untuk memperoleh sertifikat kompetensi ini banyak pihak yang terlibat, antara lain organisasi profesi yaitu IDI dan PDGI. Dengan terbitnya STR ulang, maka dokter dan dokter gigi dapat mengurus perpanjangan SIP (Surat Izin Praktik) di Dinkes Kab/Kota tempat dimana ia berpraktik.
Apabila STR telah habis masa berlakunya maka SIP juga tidak berlaku dan dokter/dokter gigi tersebut tidak dapat melakukan praktik kedokteran di Indonesia. Sesuai Pasal 75 dalam UUPK, setiap dokter/dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran tanpa STR akan dikenakan sangsi denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Sama halnya dengan yang berpraktik tanpa SIP juga akan dikenakan denda sangsi paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sesuai dengan Pasal 76 UUPK.
Launching Penyerahan STR Ulang kepada dokter/dokter gigi turut dihadiri stakeholder KKI (IDI, PDGI, MKKI, MKKGI, dll), jajaran Kementerian Kesehatan, 10 orang dokter dan dokter gigi yang melakukan registrasi ulang beserta para undangan lainnya. (KKI)

SYARAT 250 SKP IDI : Berdasarkan surat edaran IDI No.2353/PB/A.3/03/2011 Berapapun SKP yang terkumpul bisa dilakukan proses resertifikasi.




Kabar Gembira, bagi teman sejawat dokter/dokter gigi yang kebingungan karena jumlah SKP (Satuan Kredit Partisipasi) kegiatan IDI belum memenuhi standar minimal yakni 250 SKP padahal akhir 2012 sudah habis masa berlaku STR nya dan harus segera perpanjangan STR maka : Berdasarkan surat edaran IDI No.2353/PB/A.3/03/2011 Perihal Alur Verifikasi Dokter Layanan Primer maka bagi STR yang berakhir tahun 2012  diberikan kemudahan dimana : berapapun SKP yang terkumpul bisa dilakukan proses resertifikasi.
————————————-



Yth rekan-rekan sejawat
Mohon tulisan saya ini dikritisi & dikoreksi, trims.

Kontroversi SKP: Pengganti Uji Kompetensi?
Billy N.
SKP (satuan kredit profesi) IDI/PDGI, atau skor PKB/CME (pendidikan kedokteran berkelanjutan/continuous medical education) memang jadi hal kontroversial. Sejak dahulu, ada berbagai cara untuk mendapatkan SKP, dari mulai seminar, simposium, pelatihan, sampai menjawab kuis yang terdapat di jurnal-jurnal ilmiah. Tetapi sampai beberapa waktu lalu, tidak jelas apa fungsi/kegunaan dari SKP selain hanya dikumpulkan.
Saat ini, SKP adalah hal yang ‘dikejar-kejar’ dokter/dokter gigi untuk mencapai angka tertentu, biarpun pengaturannya belum jelas. Selain itu, sekarang ini besaran SKP untuk suatu acara pun di tiap daerah berbeda, sehingga ada organisasi profesi di daerah yang melakukan ‘obral’, ada juga yang ‘pelit’.
Ada hal aneh mengenai cara pengumpulan SKP yang kabarnya sedang disusun. Jika kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan PKB, misalnya dengan kegiatan profesional yang terdokumentasi seperti contohnya memeriksa sejumlah pasien, penyuluhan, atau terlibat dalam bakti sosial, atau sering disebut CPD (continuous professional development), menjadi suatu kegiatan yang
menghasilkan SKP, maka standar untuk mendapatkan SKP menjadi kurang jelas.

Hal yang mendasari pengumpulan SKP oleh dokter/dokter gigi adalah pasal 28 & 51e UU no.29/2004 yang mewajibkan dokter/dokter gigi untuk terus menambah ilmu pengetahuan & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi
(dalam bentuk PKB). Sesuai pasal 79c UU no.29/2004, sanksi terhadap pelanggaran pasal 51e adalah denda maksimal Rp 50 juta.
Karena yang mengatur mengenai standar PKB dalam bentuk pengumpulan SKP itu organisasi profesi (IDI/PDGI) sesuai amanat pasal 28 (2) UU no.29/2004, seharusnya pengumpulan SKP adalah bukan untuk syarat registrasi ulang STR yang dikeluarkan KKI, karena SKP bukanlah pengganti sertifikat kompetensi yang seharusnya dihasilkan dari suatu uji kompetensi, tetapi seharusnya hanya sebagai salah satu syarat untuk mendapat rekomendasi dari organisasi profesi, yang jumlah minimalnya sebaiknya disesuaikan dengan keadaan & kebijakan di daerah masing-masing.

Dapat disimpulkan, uji kompetensi bagi dokter/dokter gigi dengan standar nasional & disesuaikan dengan perkembangan terbaru di dunia kedokteran/kedokteran gigi untuk mendapatkan sertifikat kompetensi dokter/dokter gigi sebagai salah satu syarat pembuatan & registrasi ulang
STR seharusnya tetap diadakan untuk dokter/dokter gigi setiap 5 tahun sekali sesuai pasal 29 UU no.29/2004.
Sudah saatnya pula, dengan adanya Badan Nasional Sertifikasi Profesi, profesi dokter/dokter gigi memiliki lembaga sertifikasi profesi (LSP) tersendiri, lalu menyusun & menggunakan SNI (standar nasional Indonesia)
untuk melakukan pengujian & menerbitkan berbagai sertifikasi di bidang kedokteran/kedokteran gigi, seperti yang telah ada untuk LSP telematika.

Semoga dengan adanya standarisasi dalam profesi dokter/dokter gigi di Indonesia, tujuan untuk menyelenggarakan praktik kedokteran yang bermutu
dengan standar global & melindungi masyarakat dapat tercapai.


Baca surat edaran resminya berikut ini : 
 
Topik: SKP
Menampilkan kesemua 13 kiriman.
  • bener ga sih jumlah SKP bisa jadi basis kompetensi, pada kenyataannya justru banyak yang jual beli SKP
  • Idealnya sih harus bisa jadi basis kompetensi cuman di Indonesia segala peraturan selalu diakal-akalin, kadang jadi dokter tuh kalau udah meriksa males bikin adminstrasinya……..
  • SKP….?bagaimana dokter2 yang tugas di pedalaman…berdinas di militer,yang sehari-harinya ikut arus kegiatan militer…mana ada waktu untuk ngumpulin SKP…daripada buat itu mending buat beli susu anak makan anak istri…jangan lupa tidak semua dokter itu mampu dan sejahtera….
  • Saya setuju sekali dengan Dr. Steven… Kalau mau berlakukan aturan seperti itu harusnya kesejahteraan dokter lebih diperhatikan…
  • Alhamdulillah. Masih ada yang senasib dengan saya, mudah-mudahan bisa sama-sama memperjuangkan kondisi kita(=salah satunya saya) yang terbatas tapi tetep bisa cari penghasilan, tanpa harus jual beli SKP
  • memang agak menyusahkan sistem SKP ini. selain karena menurut saya tidak ada korelasi yang signifikan antara kompetensi dengan banyaknya SKP, sistem ini juga memberatkan untuk saya yang bekerja di lepas pantai. Well, kita liat aja kedepannya bagaimana….
  • Knapa dr. Umum harus ngumpulin SKP segudang, yang besarnya sama dengan dr. spesialis (kl gak salah dengar..), sedangkan dr. gigi cukup segenggam??
  • ya itu jadi pusing ngumpulin skp, apaladi sosialisasi ttg skp juga telat, jadi keteteran deh, trus mahal lagi yach. apa sistem SKP ini udah fix, gak ada perubahan lagi? ntar udah susah ngumpulin trus gak berlaku lagi mesti ikut UKDI yah sama aja boong donk.
  • Gini. Saya mau sharing aja. Awalnya saya punya pemikiran yg krg lebih sama spt sejawat. bahwa 200-250 skp itu dari seminar semua…. tapi ternyata ngga spt itu….
    di idi wilayah saya, dibagi 5 ranah.
    nach seminar itu hanya dihargai 40-50% saja. jadi walopun ikut seminar dibayari ato mbayar sendiri dan dah dapat 200 SKP, tapi yg ranah lain ga ada ya ga bisa.
    trus pasien yg kita layani baik di RS, di tempat kerja& di tempat pribadi juga dpt SKP. Baksos atao penyuluhan di tempattugas (misal di puskesmas, surya baskara jaya, dll) juga ada SKP. Jurnal grup intern dah dapat SKP juga.
    apalagi target SKP 200 – 250 itu dalam 5 tahun. pasti nyampe kok. Emang ada syarat2nya. dan ga ribet kok.
  • msh bnyk kontroversi ttg P2KB, dlm hal lbh di kenal dengan SKP,sy jg bisa merasakan apa yg dirasakan sejawat,memang apa yg di posting sejawat eko emang benar, tidak hanya di wilayah anda saja,di wilayah saya jg di bagi dalam 5 ranah,cm masalahnya ga semua ranah dapat dilakukan oleh setiap dr,karena kesibukan kita msg2 dan adanya handycap yg kita hadapi ,ga semua dr dpt mengikuti seminar,ga semua dr jg dapat melakukan jurnal review ato baksos ato menulis di media cetak….,sy melihat semua ini hny ekses dr kterburuan2nya pemerintah membuat UU yg dpicu oleh lemahnya kompetensi dr dr2 yg ada saat ini..,celakanya lg ,dgn keluarnya peraturan ttg skp…sy lihat “seminar” menjadi ajang bisnis yg subur,mengingat besarnya jmlh SKP yg didpt dr seminar…ini yg sy rasa sangat tdk benar…apa lg biaya mengikuti seminar yg gila2an…problemnya tdk semua dr mampu….klu dl dalam setahun di kota sy hny ada sminar/workshop 4-5 x,sekarang tiap minggu ada…bukan kah ini tdk benar?seharusnya IDI sebagai perpanjangan tgn dari kta semua memahami hal ini(dlm hal ini IDI lah yg berhak mengeluarkan jumlah skp dr sebuah sminar /workshop)…blom lg lambannya sosialisasi p2kb oleh IDI….
  • trus gimana dg para teman sejawat yg ga ngumpulin skp salah satunya saya ini…..semua seminar adanya di kota2 besar sementara saya ga tinggal di kota besar……