Bahwa Allah adalah Pencipta, Penguasa alam semesta, dan Pengatur
Rizki atas segenap makhluk-Nya, hampir tak ada yang menyangkalnya
termasuk musyrikin Quraisy dahulu. Namun mengapa mereka tetap diperangi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Cukupkah berhenti pada
pengakuan semata?
Tak bisa disangkal bahwa alam semesta ini pasti ada yang menciptakan,
memiliki, dan mengaturnya. Ini merupakan perkara aksioma yang
ditegaskan oleh fitrah, logika, panca indera, dan syariat. Orang yang
mengingkarinya termasuk manusia yang paling sesat. Tak mungkin alam yang
sedemikian mengagumkan ini tercipta secara tiba-tiba atau menciptakan
dirinya sendiri. Tentu semuanya karena rancangan kehendak Sang Pencipta
yaitu Allah Yang Maha Kuasa atas segalanya. Langit, bumi, lautan,
daratan, matahari, bulan, bintang, dan segenap makhluk besar lainnya
menunjukkan Kemahabesaran Dzat yang telah menciptakan, memiliki, dan
mengaturnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ
النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ
مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ
رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam hari, lalu Dia Maha Tinggi di atas ‘Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, serta
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang,
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.”
(Al-A’raf: 54)
Termasuk perkara yang sangat prinsip dalam mengesakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah mengakui keberadaan-Nya sebagai pencipta, pemilik, dan
pengatur Alam semesta. Inilah yang disebut dengan Tauhid Rububiyyah.
Penegasan tauhid ini telah dimaklumatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
di dalam Al-Qur`an pada enam tempat dengan pernyataan yang sama yaitu:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.”
Adapun keenam tempat itu sebagai berikut:
1. Surat Al-Fatihah: 2
2. Surat Al-An’am: 45
3. Surat Yunus: 10
4. Surat Ash-Shaffat: 182
5. Surat Az-Zumar: 75
6. Surat Ghafir: 65
Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara Rububiyyah berarti
mengimani keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta mengesakan-Nya
dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Keempat perkara ini
merupakan kandungan dari Tauhid Rububiyyah.
Meyakini Keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Mengenai keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa dipastikan dengan
empat argumen yang tak terbantahkan yakni fitrah, logika, panca indera,
dan syariat. Di sini kita mengakhirkan argumen secara syariat bukan
karena tidak layak untuk dikedepankan, bahkan demikianlah yang
seharusnya. Tetapi hal ini dimaksudkan untuk membantah orang-orang yang
tidak beriman dengan syariat sama sekali. Allahul Musta’an.
1. Argumen Secara Fitrah
Bahwa setiap makhluk telah diberi fitrah untuk beriman dengan keberadaan
penciptanya tanpa harus berpikir dan diajari terlebih dahulu. Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah mengisyaratkan tentang hal ini di dalam
Al-Qur`an melalui firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ
قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُوْلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabb kalian?’ Mereka menjawab:
‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Allah)’.” (Al-A’raf: 172)
Ayat di atas dengan gamblang menerangkan bahwa setiap manusia secara
fitrah mengimani keberadaan dan Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tak ada yang berpaling dari tuntutan fitrah ini melainkan karena
penyimpangan yang muncul di dalam jiwanya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah, kedua
orangtuanyalah yang mengubahnya menjadi seorang Yahudi, Nashrani, atau
Majusi.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
2. Argumen Secara Logika
Bahwa seluruh makhluk yang berada di jagad raya ini pasti ada yang
menciptakan. Tidak mungkin mereka menciptakan diri mereka sendiri.
Karena sesuatu yang awalnya tidak ada tidak mungkin menciptakan dirinya
sendiri. Demikian pula, mereka tidak mungkin tercipta secara tiba-tiba
(ada dengan sendirinya) karena sesuatu yang baru tercipta pasti ada
penciptanya. Bagaimana mungkin alam yang sedemikian teratur rapi dengan
segala rangkaian yang sangat sesuai dan keterkaitan yang sangat erat
antara sebab dengan akibat dan antara sebagian wujud dengan yang
lainnya, akan dinyatakan tercipta secara tiba-tiba?
Sesuatu yang muncul secara tiba-tiba yang pada asalnya tercipta tanpa
suatu keteraturan tidak mungkin dalam eksistensi dan perkembangannya
akan terjadi keteraturan yang sedemikian rapi. Oleh sebab itu, Allah
Yang Maha Agung mengungkap argumen yang logis ini di dalam Al-Qur`an
untuk menggugah hati kaum musyrikin yang masih tertutup dari keimanan.
Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ. أَمْ
خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بَل لاَ يُوْقِنُوْنَ. أَمْ عِنْدَهُمْ
خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُوْنَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun (yakni secara tiba-tiba)
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka
yang telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak
meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada
perbendaharaan Rabbmu atau mereka pula yang berkuasa?” (At-Thur: 35-37)
Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu ketika masih dalam keadaan
musyrik, pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membaca ayat-ayat ini. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَادَ قَلْبِي أَنْ يَطِيْرَ، وَذَلِكَ أَوَّلُ مَا وَقَرَ اْلإِيْمَانُ فِي قَلْبِي
“Hampir saja hatiku terbang, itulah saat pertama keimanan menancap di dalam hatiku.” (HR. Al-Bukhari)
Diriwayatkan bahwa sekumpulan orang-orang India yang menganut aliran
As-Sumaniyyah mendatangi Abu Hanifah untuk mendebatnya dalam perkara
eksistensi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau dikenal sebagai seorang
yang sangat cerdas. Beliau menyuruh mereka agar datang kembali setelah
satu atau dua hari berikutnya. Kemudian mereka berkata, “Bagaimana
pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab, “Aku sedang berpikir
mengenai sebuah kapal yang penuh dengan muatan berupa berbagai barang
dan mata pencaharian. Kapal itu berlayar mengarungi lautan dan akhirnya
berlabuh di sebuah pelabuhan, lalu menurunkan barang-barangnya kemudian
pergi. Padahal tidak ada nahkoda dan para buruh yang bekerja untuk
mengangkat muatannya.” Mereka berkata, “Apakah engkau berpikir
demikian?” Beliau menjawab, “Iya.” Mereka pun berkata, “Kalau begitu
berarti engkau tidak punya akal. Apakah masuk akal bahwa sebuah kapal
bisa berlayar, berlabuh, dan pergi kembali tanpa ada nahkodanya? Ini
sama sekali tidak masuk akal.” Beliau menjawab, “Bagaimana akal kalian
tidak bisa menerima hal ini, namun bisa menerima bahwa langit, matahari,
bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, binatang-binatang
melata, dan manusia secara keseluruhan tak ada Dzat yang telah
menciptakannya?!”
Kisah lainnya, suatu ketika seorang Arab dusun pernah ditanya,
“Bagaimana engkau mengenal Rabbmu?” Dia menjawab, “Jejak menunjukkan
kepada bekas perjalanan. Tahi onta menunjukkan kepada keberadaan onta.
Maka, langit yang memiliki gugusan-gugusan bintang, bumi yang memiliki
lorong-lorong, dan lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu
menunjukkan kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (yakni
Allah Subhanahu wa Ta’ala)?”
3. Argumen Secara Panca Indera
Bahwasanya mengetahui keberadaan Allah l melalui panca indera bisa ditangkap dari dua sisi:
Pengabulan doa dan pertolongan kepada orang-orang yang tertimpa kesusahan.
Kita mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengabulkan doa orang-orang yang meminta kepada-Nya dan menolong
orang-orang yang menghadapi kesusahan. Semuanya menunjukkan secara pasti
tentang keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَنُوْحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيْمِ
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami
mengabulkan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari
bencana yang besar.” (Al-Anbiya`:76)
إِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ مُرْدِفِيْنَ
“(Ingatlah), ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu
Dia mengabulkannya bagi kalian: ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut’.” (Al-Anfal: 9)
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Seorang Arab dusun
datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at
ketika beliau tengah berkhutbah. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, segenap
harta telah binasa dan para keluarga telah lapar, maka berdoalah engkau
kepada Allah untuk kami.’ Beliau pun mengangkat kedua tangannya seraya
berdoa. Maka menggumpallah awan-awan laksana gunung-gunung. Tidaklah
beliau turun dari mimbarnya, sampai aku melihat hujan menetes di atas
jenggotnya. Kemudian pada Jum’at yang kedua, orang Arab dusun itu –atau
mungkin juga yang selainnya– kembali berdiri. Dia berkata, ‘Wahai
Rasulullah, bangunan-bangunan telah hancur dan segenap harta telah
tenggelam, maka berdoalah engkau kepada Allah untuk kami.’ Beliau pun
kembali mengangkat kedua tangannya sembari berdoa, ‘Ya Allah,
(alihkanlah hujan itu) di sekitar kami dan bukan pada kami.’ Tidaklah
beliau menunjuk kepada satu arah melainkan telah terbuka.” (HR.
Al-Bukhari)
Pengabulan doa bagi orang-orang yang meminta kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala senantiasa menjadi sebuah perkara yang disaksikan sampai masa
kita ini, selama mereka menyandarkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan sebenar-benarnya dan memenuhi syarat-syarat pengabulan
doa.
Mukjizat-mukjizat para Nabi
Manusia mendengar dan menyaksikan bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
membela dan menolong para Nabi dan Rasul-Nya dengan pelbagai mukzijat di
luar batas kemampuan manusia biasa. Semua itu adalah bukti konkret yang
mengungkap keberadaan Dzat yang telah mengutus mereka dengan kebenaran.
Di sana terdapat beberapa contoh nyata dan dikisahkan di dalam
Al-Qur`an, di antaranya:
Yang pertama: Mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam ketika beliau
diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alauntuk memukulkan tongkatnya
ke laut. Maka lautan terbelah menjadi duabelas jalan yang kering.
Sementara air berada di antara jalan-jalan itu seperti gunung yang
besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوْسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ
“Lalu kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu.’ Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar.” (As-Syu’ara`: 63)
Yang kedua: Mukjizat Nabi ‘Isa ‘alaihissalam ketika beliau melakukan
beberapa perkara yang benar-benar di luar batas kemampuan manusia biasa.
Di antaranya, beliau bisa menghidupkan kembali orang yang sudah
meninggal dan mengeluarkannya dari kubur mereka dengan seizin Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَرَسُوْلاً إِلَى بَنِي إِسْرَائِيْلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ
مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْئَةِ
الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيْهِ فَيَكُوْنُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللهِ وَأُبْرِئُ
اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللهِ
وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُوْنَ وَمَا تَدَّخِرُوْنَ فِي بُيُوْتِكُمْ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (lalu berkata kepada mereka):
‘Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa suatu tanda
(mukjizat) dari Rabb kalian, yaitu aku membuat untuk kalian dari tanah
berbentuk burung; Kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung
dengan seizin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari
lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak. Dan aku menghidupkan orang
mati dengan seizin Allah. Dan aku kabarkan kepada kalian apa yang kalian
makan dan apa yang kalian simpan di rumah kalian. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat sesuatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagi
kalian, jika kalian sungguh-sungguh beriman’.” (Ali ‘Imran: 49)
إِذْ قَالَ اللهُ يَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي
عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوْحِ الْقُدُسِ
تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ
الطِّيْنِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيْهَا فَتَكُوْنُ
طَيْرًا بِإِذْنِي وَتُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ
تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَنْكَ
إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْهُمْ
إِنْ هَذَا إِلاَّ سِحْرٌ مُبِيْنٌ
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: Hai Isa putra Maryam, ingatlah
nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan
Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam
buaian dan sesudah dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu
menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu
menjadikan dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku,
Kemudian kamu meniupnya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang
sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan
orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit
sopak dengan seizin-Ku. Dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang
mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di
waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu)
di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: “Ini tidak lain
melainkan sihir yang nyata.” (Al-Ma`idah: 110)
Yang ketiga: Mukjizat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika beliau diminta oleh orang-orang Quraisy untuk mendatangkan sebuah
tanda kebenaran kenabian dan kerasulannya. Maka beliau memberi isyarat
ke arah bulan yang kemudian terbelah menjadi dua, dan manusia pun
menyaksikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ. وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُوْلُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
“Telah dekat datangnya hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika
mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka
berpaling dan berkata: ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus’.”
(Al-Qamar: 1-2)
Demikianlah tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa
ditangkap oleh panca indera sebagaimana tersebut di atas, yang merupakan
mukjizat-mukjizat yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala membela dan
menolong para Nabi dan Rasul-Nya. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa
semua itu menunjukkan keberadaan Dzat Yang Maha Pencipta atas seantero
alam ini.
4. Argumen Secara Syariat
Bahwasanya seluruh kitab samawi telah berbicara tentang keberadaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Segala hukum yang termuat di dalamnya mengandung
kemaslahatan-kemaslahatan bagi para makhluk. Yang demikian ini
menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang dari sisi Dzat Yang Maha
Bijaksana lagi Mengetahui kebaikan-kebaikan bagi para hamba. Seluruh
peristiwa yang diberitakan-Nya dan dipersaksikan kebenarannya oleh
realita kehidupan manusia juga menunjukkan bahwa kitab-kitab itu datang
dari Rabb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa saja yang telah
dikabarkan-Nya.
Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal Penciptaan
Maksudnya, seorang hamba harus meyakini bahwa tak ada yang Maha Mencipta
seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ
النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيْثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ
مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ
رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam hari, lalu dia Maha Tinggi di atas ‘Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, serta
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang,
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.”
(Al-A’raf: 54)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ
خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُوْنَ
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian. Adakah
Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kalian dari
langit dan bumi? Tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, maka
mengapa kalian berpaling (dari ketauhidan)?” (Fathir: 3)
Perbuatan mencipta juga bisa dilakukan oleh manusia. Berbagai hasil
ciptaan manusia telah dipersaksikan oleh alam ini. Di sana terdapat
pencipta-pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ
“Maka Maha Agung Allah, sebaik-baik pencipta.” (Al-Mu`minun: 14)
Di dalam sebuah hadits telah diterangkan ancaman bagi para penggambar di hari kiamat nanti, yaitu dinyatakan kepada mereka:
أَحْيُوْا مَا خَلَقْتُمْ
“Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan mencipta terkadang
dinisbatkan pula kepada manusia. Namun yang perlu diingat adalah
perbedaan hakikat mencipta antara yang dinisbatkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan yang dinisbatkan kepada manusia. Perbuatan
mencipta bagi manusia artinya mengubah wujud sesuatu yang sudah ada
kepada wujud yang lainnya, bukan mewujudkan sesuatu yang tidak ada
menjadi ada. Yang demikian itupun masih terbatas sekali dengan kemampuan
manusia yang sangat sempit dan kecil. Hal ini tentunya amat berbeda
dengan perbuatan Allah yang bisa mencipta apa saja sekehendak-Nya dengan
kemahakuasaan yang tanpa batas. Kesimpulannya, kita tetap meyakini tak
ada yang Maha Mencipta kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal Kepemilikan
Maksudnya, seorang hamba harus meyakini bahwa tak ada yang Maha Memiliki
seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Dan milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (Ali ‘Imran: 189)
قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيْرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kepemilikan segala
sesuatu sedangkan Dia melindungi dan bukan dilindungi atas-Nya, jika
kalian mengetahui?’.” (Al-Mu`minun: 88)
Memiliki bukanlah perkara yang langka di tengah manusia. Selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala, manusia juga bisa memiliki sesuatu. Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kepemilikan manusia di dalam
Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِيْنَ
“Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”
(Al-Mu`minun: 6)
أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ
“Atau apa yang kalian miliki kunci-kuncinya.” (An-Nur: 61)
Kepemilikan manusia tidak sama dengan kepemilikan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kepemilikan manusia terbatas dengan apa yang dimilikinya saja.
Meski demikian, sesuatu yang dimilikinya tak boleh dia pergunakan dengan
sebebas-bebasnya. Dia harus mengindahkan rambu-rambu syariat Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam mempergunakannya agar dirinya tak dinyatakan
melampaui batas. Oleh karena itu, kepemilikan manusia sangat terbatas
dan dibatasi sedangkan kepemilikan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
mutlak. Maksudnya, kepemilikan Allah Subhanahu wa Ta’ala tak terbatas
dengan apapun dan tak dibatasi oleh apapun. Seluruh alam ini adalah
milik-Nya dan Dia bebas berbuat apa saja sekehendak-Nya. Kesimpulannya
bahwa tak ada yang Maha Memiliki seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal Pengaturan
Maksudnya, seorang hamba meyakini bahwa tak ada yang Maha Mengatur
seluruh makhluk kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ
“Dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan
menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kalian tidak bertakwa
kepada-Nya?” (Yunus: 31)
Sedangkan manusia bila mengatur maka hanya terbatas pada apa yang
dimilikinya dan diizinkan dalam syariat. Maka tak ada yang Maha Mengatur
di alam ini melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam
bish-shawab.
Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala Diakui Fitrah Kaum Musyrikin
Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala
letakkan pada diri manusia semenjak mereka belum dilahirkan ke dunia
ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ
قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُوْلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul,
(Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Allah)’.” (Al-A’raf: 172)
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah
di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada penciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidaklah seorang anak dilahirkan melainkan di atas fitrah, maka
kedua orang tuanya yang mengubahnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani,
atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Tauhid Rububiyyah merupakan fitrah yang diakui oleh siapapun dalam
kehidupan ini, kecuali hanya segelintir orang yang nyeleneh dan
menyimpang dari keumuman manusia. Bahkan kaum musyrikin yang telah
dikafirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diperangi oleh Rasul-Nya
juga mengakui Tauhid Rububiyyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيْزُ الْعَلِيْمُ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya
diciptakan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’.”
(Az-Zukhruf: 9)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ
فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepada kalian dari langit
dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur
segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah:
‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (Yunus: 31)
Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keumuman manusia mengakui Tauhid
Rububiyyah kecuali hanya segelintir orang nyeleneh dan menyimpang.
Penyimpangan dari Tauhid Rububiyyah terbagi kepada tiga jenis keyakinan:
Mengingkari dan kafir terhadapnya secara mutlak. Keyakinan ini dianut
oleh kaum Duhriyyah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلاَّ الدَّهْرُ
“Dan mereka mengatakan: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan
di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan
membinasakan kita selain masa’.” (Al-Jatsiyah: 24)
Juga dianut oleh kaum atheis/komunis yang mengatakan bahwa tidak ada
pencipta, dan bahwa kehidupan ini hanya sebatas materi. Dianut pula oleh
sebagian kaum filsafat yang tidak meyakini keberadaan Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Menia-dakannya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menetapkannya kepada
yang selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keyakinan ini sebagaimana yang
dianut oleh Fir’aun ketika mengucapkan:
أَنَا رَبُّكُمُ اْلأَعْلَى
“Akulah Rabbmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24)
Menyekutukannya. Keyakinan ini setidaknya terdapat pada tiga aliran sesat, sebagai berikut:
1. Al-Qadariyyah yang meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatan
mereka sendiri selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berarti, menurut mereka
bahwa di alam ini ada dua pencipta, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
manusia yang menciptakan perbuatannya sendiri.
2. Al-Majusi yang meyakini keberadaan dua pencipta, pencipta kebaikan
(Ilahun Nur) dan pencipta keburukan (Ilahuzh Zhulmah). Mereka telah
mengkafiri dan sekaligus menyekutukan perkara Rububiyyah.
3. Orang-orang Shufiyyah (Sufi) yang meyakini bahwa sebagian para wali
yang mereka gelari dengan Al-Aqthab memiliki pengaruh atas urusan alam
ini bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan sebagian mereka
meninggikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sederajat dengan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara Rububiyyah dari sisi memberi
kemanfaatan dan menolak bahaya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tauhid Rububiyyah Menuntut Tauhid Uluhiyyah
Yang dimaksud dengan Tauhid Uluhiyyah yaitu menyerahkan seluruh jenis
ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bila seseorang mengakui Tauhid Rububiyyah seharusnya dia
memiliki Tauhid Uluhiyyah. Dua jenis tauhid ini saling terpaut erat
dengan yang lain. Hanya mengimani Tauhid Rububiyyah tanpa Tauhid
Uluhiyyah tidaklah memasukkan seseorang ke dalam Islam. Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengkafirkan orang-orang musyrik yang terdahulu walaupun
mereka mempercayai Tauhid Rububiyyah. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengecam mereka untuk menunaikan Tauhid Uluhiyyah setelah Allah
Subhanahu wa Ta’ala meminta pengakuan mereka terhadap Tauhid Rububiyyah.
Yang demikian ini banyak dipaparkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di
dalam Al-Qur`an. Marilah kita perhatikan ayat-ayat berikut ini:
قُلْ لِمَنِ اْلأَرْضُ وَمَنْ فِيْهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
سَيَقُوْلُوْنَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ. قُلْ مَنْ رَبُّ
السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ. سَيَقُوْلُوْنَ
لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ. قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلِّ
شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيْرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ. سَيَقُوْلُوْنَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُوْنَ
“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada
padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan
Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kalian tidak mengambil peringatan?’
Katakanlah: ‘Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya
‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah:
‘Maka apakah kalian tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di
tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika
kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’
Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?’.”
(Al-Mu`minun: 84-89)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ
فَسَيَقُوْلُوْنَ اللهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُوْنَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepada kalian dari langit
dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur
segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah:
‘Mengapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (Yunus: 31)
Secara fitrah, seorang yang mengimani Tauhid Rububiyyah dengan benar
niscaya dia akan menunaikan Tauhid Uluhiyyah. Karena tak ada dalil yang
lebih kokoh untuk menuju Tauhid Uluhiyyah daripada Tauhid Rububiyyah.
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengungkit perkara
Rububiyyah untuk mengajak manusia agar menunaikan perkara Uluhiyyah.
Karena ini adalah fitrah manusia yang telah diletakkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Marilah kita simak ayat-ayat berikut ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. الَّذِي جَعَلَ
لَكُمُ اْلأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ
تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian
dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap,
dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, Karena itu
janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian
Mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)
ذَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوْهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلٌ
“(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu ialah Allah Rabb kalian,
tak ada sesembahan yang benar selain Dia, Pencipta segala sesuatu. Maka
beribadahlah kepada-Nya, dan Dia atas segala sesuatu Maha mewakili.”
(Al-An’am: 102)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Setelah keterangan di atas, maka barangsiapa yang mengira bahwa
bertauhid maknanya mengakui keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala saja,
atau mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sang pencipta dan
pengatur alam ini, tanpa memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, berarti dia belum mengerti hakikat tauhid yang didakwahkan
para rasul ‘alaihimussalam.
Termasuk dari keistimewaan Rububiyyah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
kesempurnaan yang mutlak dari seluruh sisi, tanpa kekurangan sedikit
pun. Hal ini menuntut agar seluruh ibadah hanya diserahkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata. Demikian pula pengagungan, pemuliaan, rasa
takut, harapan, doa, tawakal, taubat, minta tolong, puncak perendahan
diri dan rasa cinta, serta semua ibadah yang lainnya, wajib diserahkan
hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Dan tidak benar bila
ibadah diserahkan kepada yang selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik
dipandang secara logika, syariat, maupun fitrah.
Daftar Rujukan:
1. Al-Qur`an
2. Syarah ‘Aqidah Al-Wasithiyyah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
3. Al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
4. Nubdzatun fil ‘Aqidah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
5. At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan
6. Al-Qaulul Mufid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushabi
7. Tuhfatul Murid karya Nu’man Al-Watar
Entri Populer
-
HOTEL AMBHARA Nongkrongnya di Bar, umur 30-40th. Tarif Rp.200-250ribu Kalau weekend sering ada “mami” bawa beberapa “anak2 kece2, bisa dit...
-
Siapa tidak kenal Kalijodo? Pasti sebagian besar warga Jakarta sudah mengenalnya. Sebagai daerah 'hitam', lokalisasi kawasan ini d...
-
10 tempat Klub dugem dan bar terbaik di jakarta , info berasal dari beberapa sumber - Popularitas klub di Jejaring sosial dan Jumlah p...
-
Meskipun tinggal di Jakarta dan digaji besar, aku lebih suka tinggal di perkampungan. Kosku berada di wilayah Jakarta Selatan dekat perbat...
-
AGEN BOLA - Untuk satu hal, ada beberapa jenis spa. Jenis pertama adalah tujuan spa. spa hanya drop in untuk perawatan seperti pijat, fac...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar