Kini tak ada lagi demo di kompleks-kompleks TNI. Untuk
sementara, demo menuntut diperbolehkannya rumah dinas tetap dihuni,
reda.
Kesepakatan Kementerian Pertahanan, TNI dan DPR menyebut,
pengambilalihan aset berupa rumah negara TNI dihentikan sementara.
Mereka yang menghuni rumah dinas TNI bersikukuh bertahan, sementara TNI
mengaku kekurangan rumah bagi prajurit aktif. Adakah jalan tengah yang
bisa ditempuh?
Suherni: "Ngumpul di sini ... kita keluarga besar makanya dibikin
besar ... kumpul kakak, adik, khan sudah pada married semua
anak-anaknya ... kumpul di sini."
Suherni menunjuk lantai marmer putih seluas belasan meter persegi.
Dulu, ini adalah ruang tamu keluarga, tempat keluarganya berkumpul.
Sekarang, ruangan ini kosong. Semua perabot rumah tangga sudah
diungsikan ke luar rumah. Hanya ada selembar tikar untuk tamu yang
datang. Sisa-sisa perabotan rumah dijajarkan di pinggir tembok.
Kompleks TNI AD
Rumah Suherni terletak di Kompleks Perumahan Angkatan Darat, di kawasan
Otista, Jakarta Timur. Setiap hari, Suherni dan suaminya, Eddy Sudadya
was-was. Takut sewaktu-waktu terjadi pengusiran paksa. Januari silam,
mereka mendapat surat dari Komando Daerah Militer, Kodam Jaya, yang
mengaku sebagai pemilik sah rumah dan bangunan tersebut. Keduanya
diminta segera angkat kaki, tanpa ganti rugi. Suherni dan Eddy menolak.
Eddy Sudadya: "Kalo ini rumah dinas sebetulnya khan perbaikan,
atau apa-apa ada yang mengawasi. Rumah ini mau diperbaiki ada pengawas,
gak boleh diperbaiki, lapor ke Kodam khan. Nyatanya sampai sekarang
dibiarkan. PBB pun kita yang bayar, listrik kita juga yang bayar.
Anggaran untuk perbaikan juga gak ada."
Status pemilikan
Kondisi ini tidak hanya dialami Suherni. Dua ratusan penghuni lain di
kompleks ini juga mempertanyakan status tanah di rumah negara milik
Kodam Jaya tersebut. Menurut mereka, Kodam tak pernah menunjukkan surat
kepemilikan tanah. Haryo Unggul, koordinator penghuni rumah negara.
Haryo Unggul: "Status tanah yang ada sekarang ini tanah negara
yang berasal dari 'eigendom verbonding' atas nama Lau Shin Chui. Sampe
sekarang kita sudah menanyakan ke BPN soal status tanah ini. Tapi tidak
dijawab karena sudah diblokir Kodam Jaya. Jadi kewenangan tanah di sini
adalah institusi kodam, tapi ini bukan berdasarkan hukum, berdasarkan
satu intimidasi."
Di sisi lain, negara juga bersikukuh, rumah harus dikosongkan. Rumah
itu akan ditempati oleh prajurit TNI yang masih aktif. TNI mengklaim,
tiga per empat jumlah rumah negara milik TNI ditempati oleh purnawirawan
dan keluarganya. Justru bukan oleh prajurit aktif yang lebih berhak.
TNI juga mengakui, masih kekurangan rumah bagi prajurit-prajurit mereka.
Ada sisi kemanusiaan yang ingin disentil oleh mereka yang masih
menempati rumah dinas tentara. Adakah jalan tengahnya?
Sidang DPR
30 ribuan keluarga penghuni rumah negara TNI bisa sedikit bernafas lega.
Usai rapat di DPR akhir Februari lalu, Kementerian Pertahanan, Mabes
TNI dan Komisi Pertahanan DPR, sepakat untuk menghentikan sementara
pengambilalihan aset rumah negara TNI.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro: "Jadi pelaksanaan di
lapangan akan moratorium sementara, sambil kita perbaiki
operasionalisasinya, tapi aturannya tetap. Aturannya memang rumah
golongan I, golongan II itu rumah negara. Kebijakannya tetep tetapi
pelaksanaan di lapangan dilakukan moratorium sementara ini sambil kita
membenahilah. Karena kasus-kasus di lapangan banyak."
Golongan-golongan yang disebut Purnomo merujuk pada peraturan
pemerintah soal status golongan rumah negara. Hanya rumah Golongan III
yang boleh dijual ke penghuni, selebihnya harus dikembalikan kepada
negara begitu penghuninya pensiun.
Dapat sertifikat
Namun sebagian warga Otista berkeras ingin memiliki rumah negara itu.
Alasannya, 20 rumah sudah mendapatkan sertifikat kepemilikan. 180-an
rumah sisanya ingin mendapatkan keistimewaan yang sama. Apalagi
rumah-rumah tersebut berada di kompleks yang sama, kata Anda Pahlevi,
anggota Paguyuban Penghuni Rumah Negara Otista.
Anda Pahlevi: "Saya juga terus terang kaget setelah kita dapatkan
informasi ada beberapa rumah yang sudah dapatkan sertifikat. Ya tentu
sertifikatnya ada proses khan. Sehingga mereka bisa mendapatkan
sertifikat. Minimal yang sebelah-sebelahnya seperti kita yang belum
punya bisa mendapatkan sertifikat seperti itu."
Rumah Jendral
Pemilikan sertifikat dilakukan sebagian warga secara diam-diam tahun
1980-an. Namun, setelah banyak penghuni yang ingin mengalihkan status
rumah mereka, supaya bisa jadi hak milik, Kodam Jaya melarangnya.
Bahkan, kini Kodam Jaya memblokir sertifikat warga yang sudah dibuat.
Selain itu, banyak juga rupanya rumah negara yang mubazir dibiarkan
kosong. Haryo Unggul menunjuk rumah milik salah satu jendral di kompleks
mereka.
Haryo Unggul: "Yang punya jendral sampai sekarang tidak dihuni.
Kenapa kosong? Karena rumahnya kebanyakan. Kalo dibilang Sfarie
Sjamsudin TNI kekurangan rumah, yang kelebihan rumah harus dilihat dong.
Yang kelebihan rumah harus dihitung juga. Mereka yang kelebihan rumah
membagi yang masih kurang. adilnya khan begitu. Tapi digembar-gemborkan
tentara kurang rumah, yang kelebihan rumah kasih tau dong."
UUPA
Ada juga Undang-undang Pokok Agraria. Di situ tertera, jika sudah
menghuni lebih dari 20 tahun berturut-turut, maka si penghuni berhak
mendaftarkan kepemilikan tanah. Walau terus didesak, Menteri Pertahanan
bersikukuh tidak akan mengalihkan kepemilikan rumah negara. TNI
mengklaim masih kekurangan 160 ribuan rumah untuk prajuritnya. Dari
target kebutuhan 360 ribuan rumah, TNI baru bisa menyediakan sekitar
separuhnya.
Menhan Purnomo Yusgiantoro: "Rumah golongan I dan golongan II
tidak bisa dibeli, yang ada surat ijin penempatan. Jadi itu bukan
dipindah ke golongan II bisa dibeli. Itu rumah untuk kestarian, untuk
prajurit. Itu untuk mereka yang bertugas sementara di situ, kalo mereka
tidak bertugas SIP-nya dicabut lagi."
DPR mencoba mencari jalan tengah. Komisi Pertahanan mendesak
Kementerian Pertahanan dan TNI menghentikan pengambilalihan paksa rumah
dinas tentara. Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Tubagus Hasanuddin
menjanjikan, Panitia Kerja Aset TNI segera bekerja dan mencari solusi.
Apalagi, langkah pengusiran dianggap tak bijak.
Klik tanda panah di bawah ini, untuk mendengarkan laporan selengkapnya:
Entri Populer
-
HOTEL AMBHARA Nongkrongnya di Bar, umur 30-40th. Tarif Rp.200-250ribu Kalau weekend sering ada “mami” bawa beberapa “anak2 kece2, bisa dit...
-
Siapa tidak kenal Kalijodo? Pasti sebagian besar warga Jakarta sudah mengenalnya. Sebagai daerah 'hitam', lokalisasi kawasan ini d...
-
10 tempat Klub dugem dan bar terbaik di jakarta , info berasal dari beberapa sumber - Popularitas klub di Jejaring sosial dan Jumlah p...
-
Meskipun tinggal di Jakarta dan digaji besar, aku lebih suka tinggal di perkampungan. Kosku berada di wilayah Jakarta Selatan dekat perbat...
-
AGEN BOLA - Untuk satu hal, ada beberapa jenis spa. Jenis pertama adalah tujuan spa. spa hanya drop in untuk perawatan seperti pijat, fac...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar