Entri Populer

Senin, 23 Juli 2012

Parade Pasukan Kerajaan Gowa


Parade pasukan ‘Tobarani’ yang mengusung 14 panji kebesaran Kerajaan Gowa diiringi tetabuhan gendang ‘Tunrung Pakanjara’ mewarnai upacara peresmian selesainya pekerjaan revitalisasi pengangkatan ‘Balla Lompoa,’ Senin siang, 9 Maret 2011. Balla Lompoa (Rumah Besar) ini dibangun di tengah Kota Sungguminasa tahun 1936 oleh Raja Gowa ke-35, I Mangi-mangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo, sebagai istana Raja Gowa.
Museum Balla Lompoa di kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa/Ft;Abd.Madjid
Suasana peresmian terasa menjadi lebih semarak karena didahului penampilan fragmen budaya dan pembacaan sajak beraroma sejarah Kebesaran Gowa masa silam oleh Seniman Budayawan Sulsel, H.Udhin Palisuri.
”……Karampang ri Gowa tiada kuburnya, lenyap menghilang ke negeri khayangan/Tunatangkalopi dalam sukma, Gowa na Tallo, ”Se’re ata, na rua karaeng”/Tummaparrisik Kallonna pindahkan ibukota kerajaan, dari Tamalate ke Somba Opu/Tunipalangga Ulaweng, izinkan seorang melayu, Nakhoda Bonang berdiam di Gowa/Hak istimewa pedagang dari Pahang, Patani, Johor, Campa dan Minangkabau/I Mangorai Daeng Mammeta menjalin persahabatan dengan Mataram, Raja Banjarmasin, Blambangan, Raja Kepulauan Maluku, Timor, Johor, Pahang, Malaka dan Patani Thailand/I Tepu Karaeng Daeng Parabbung dipaksa rakyat turun tahta, keluar dari kerajaan Gowa/Dari Batara Guru, Karaeng Bayo, Tomanurung Bainea sampai Raja Gowa terakhir Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Laloang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aididdin/Gowa jejak sejarah/Gowa dalam sejarah/Sekarang Gowa membuat sejarah……”(Petikan puisi berjudul ‘Gowa adalah Sejarah, Gowa Buat Sejarah’ oleh H.Udhin Palisuri)
Pangdam VII/Wirabuana bersama Gubernur Syahrul Yasin Limpo dan Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo dalam peresmian revitalisasi Balla Lompoa/Ft:Abd.Madjid
Peresmian dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, H.Syahrul Yasin Limpo didampingi adik kandungnya, H.Ichsan Yasin Limpo yang Bupati Gowa. Disaksikan Pangdam VII Wirabuana, Dan Lantamal Makassar, Kapolda Sulselbar, Muspida Sulsel, Kajati Sulsel, Bupati Bantaeng HM.Nurdin Abdullah serta sejumlah wakil dari pemerintah kabupaten/kota di Sulsel. Selain dihadiri seluruh pejabat teras di lingkungan Pemkab Gowa, anggota legislatif, para camat dan kepala desa, sesepuh, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, para keturunan sekaligus kerabat bekas Raja-raja Gowa, serta ribuan undangan dan masyarakat umum yang bebas menyaksikan upacara peresmian ini secara langsung.
Menurut Andi Kumala Andi Idjo, salah seorang anak dari Raja Gowa ke-36 (Raja Gowa terakhir), Andi Idjo Karaeng Laloang, Balla Lompoa yang berbentuk rumah panggung kayu berarsitektur adat etnis Makassar dengan luas lantai sekitar 600 meter bujursangkar tersebut, hingga tahun 1946 masih difungsikan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Gowa. Dengan berakhirnya masa kerajaan pascaproklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, Balla Lompoa kemudian diserahkan untuk dikelola oleh Pemerintahan RI.
Namun menurut Bupati Gowa, H. Ichsan Yasin Limpo, nanti tahun 1977 sebutan Istana Balla Lompoa diubah disesuaikan dengan fungsinya yaitu menjadi Museum Balla Lompoa. Penggantian nama Istana menjadi Museum tersebut dilakukan pada saat mantan Raja Gowa terakhir, Andi Idjo masih hidup.
”Jadi tidak benar kalau kemudian ada pihak lain yang kemudian tampil mengklaim sebagai pemilik Balla Lompoa,” jelas Bupati Ichsan Yasin Limpo.
Sebagaimana diketahui, ketika Pemkab Gowa akan mengangkat Balla Lompo tahun 2010 lalu, beberapakali muncul demo yang menentang rencana tersebut dari orang-orang yang menyatakan diri sebagai pewaris Balla Lompoa.
Upaya pengangkatan Balla Lompoa yang bernilai Rp 2 miliar murni dari APBD Kabupaten Gowa, merupakan bagian dari pekerjaan Revitalisasi Kawasan Museum Balla Lompoa yang dilakukan oleh Pemkab Gowa sejak tahun anggaran 2009. Kawasan seluas sekitar 3 hektar berlokasi di tengah Kota Sungguminasa, ibukota Kabupaten Gowa tersebut, riwayat tanah awalnya merupakan pemberian dari ayahanda mantan Menteri Otoda, Ryas Rasyid. Di dalamnya selain berdiri ‘Balla Lompoa,’ juga sudah dibangun duplikat Istana Tamalate (bangunan istana Raja Gowa tempo dulu tapi tak ada lagi aslinya) berukuran tiga kali lebih besar dari ‘Balla Lompoa’.
Ketika dilakukan pembangunan duplikasi Istana Tamalate (dilakukan berdasarkan bentuk dan ukuran sebenarnya yang tercatat dalam catatan naskah tua Lontara) di samping kanan Balla Lompoa oleh Syahrul Yasin Limpo (Gubernur Sulsel) saat masih menjabat sebagai Bupati Gowa, sekaligus dilakukan penataan lingkungan sekitarnya. Posisi Istana Balla Lompoa pun tampak kelihatan agak kerendahan. Dasar dari tempat tegaknya Balla Lompoa itulah yang dinaikkan sekitar 320 centimeter, ditata dalam bentuk pelataran berlantai marmer sehingga Balla Lompoa kini tampak anggun bersanding dengan bangunan duplikasi Istana Tamalate.
”Kami merasa sangat berbahagia sekaligus bangga dengan keberhasilan meninggikan Balla Lompoa tanpa merusak satupun bagian dari benda cagar budaya tersebut. Dalam proyek revitalisasi Museum Balla Lompoa kami sama sekali tidak mengubah sejarah, tidak memodernisasi sejarah, tapi senantiasa berupaya untuk menjaga kelestarian sejarah, dan akan membuat sejarah baru yang terbaik bagi kehidupan ke depan,” komentar Bupati Gowa H.Ichsan Yasin Limpo dalam sambutan pengantar acara peresmian.
Terhadap upaya revitalisasi menaikkan Balla Lompoa dengan cara manual tanpa merusak sedikitpun komponen isi dan konstruksi bakas Istana Raja Gowa tersebut, pihak Museum Rekor Indonesia (MURI) pada hari peresmian, memberikan penghargaan sebagai ‘Rekor Baru’ kepada Pemerintah Kabupaten Gowa. Penghargaan dari MURI ini merupakan yang kedua diberikan kepada Kabupaten Gowa, setelah sebelumnya daerah ini mencatat kemampuan membuat makanan khas etnis Makassar Ka’do Minnya’ terbesar.
Menurut info yang disampaikan Bupati Gowa, pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Pusat sudah menyatakan kesediaan akan membantu dana sebesar Rp 3 miliar bagi kelanjutan Revitalisasi Kawasan Museum Balla Lompoa di Sungguminasa, Gowa. Dalam rencananya ke depan akan dibuat selasar yang menghubungkan bangunan Balla Lompoa dangan Istana Tamalate sehingga menjadi rumah kayu terbesar di dunia. Kawasan ini pun akan dikelola oleh suatu Badan tersendiri, yang didalamnya akan menjadi pusat kegiatan seni dan budaya etnis Makassar. Dihidupkan sebagai obyek rekreasi dan wisata sejarah, seni budaya yang menarik. Tiap tanggal 17 setiap bulan akan dilakukan gelar pasukan ‘To Barani’ - Prajurit Pemberani Gowa di masa kerajaan dangan iringan gendang pemacu semangat ‘Tunrung Pakanjara.’
”Ini tanda-tanda hari esok yang akan lebih baik,” ucap Gubernur Sulsel, H. Syahrul Yasin Limpo sesaat sebelum meresmikan selesainya revitalisasi pengangkatan Balla Lompoa.
Ibunda Ny.Hj.Nurhayati Yasin Limpo bersama penyair H.Udhin Palisuri/Ft:Abd.Madjid.
Majunya sebuah Negara atau suatu daerah, kata mantan Kepala Biro Humas Pemprov Sulsel ini, tidak hanya ditentukan oleh lamanya keberadaan suatu bangsa atau daerah, tidak juga oleh besaran potensi atau luas wilayahnya, tapi banyak bergantung bagaimana penduduk bangsa atau daerah itu mampu memegang teguh jati dirinya. Termasuk mampu memelihara kekuatan kulturalnya, menghargai sejarah, seni dan budayanya.
Gowa, disebutkan, sejak dulu dikenal sebagai tempat lahirnya para prajurit tangguh dan pemberani, tapi sangat menyukai persahabatan. Ini salah satu jati dirinya. ”Ibarat irama gendangnya yang sekalipun menghentak kencang, tapi penarinya tetap tak terpengaruh bergerak gemulai mengikuti aturannya. ”Bekerjalah menjadi yang terbaik mengabdi kepada kehidupan. Dan, mengucapkan Selamat Ulang tahun buat Bupati Gowa,” kata Syahrul Yasin Limpo di akhir sambutannya.
Saat peresmian selesainya revitalisasi pengangkatan ‘Balla Lompoa’ 9 Maret 2011, memang, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ‘Emas’ yang ke-50, Bupati Gowa, H. Ichsan Yasin Limpo. Mata Ny.Hj.Nurhayati Yasin Limpo - ibunda Syahrul dan Ichsan yang hadir dalam upacara peresmian, tampak basah berkaca-kaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar