Entri Populer

Kamis, 11 September 2014

Sejarah Kabupaten Bantaeng


Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Pemerintahan birokrasi secara resmi dimulai ketika Pemerintahan Hindia Belanda sejak tanggal 14 November 1737 menempatkan basis pemerintahan dengan status Afdeeling yang membawahi beberapa wilayah Onder Afdeeling yang berpusat di Bantaeng, dengan pejabat pementahannya disebut Residen Gezaghebber yang setingkat dengan Bupati sekarang ini.
Pusat Pemerintahan diwilayah selatan ini sangat strategis sebagai pusat niaga, dimana Bhontain memiliki bandar pelabuah yang maju sejak Kerajaan Singosari dan Majapahit dimasa lalu dan bekas Kantor Residen Kepala Afdeeling Bonthain masih dapat dilihat Markas KODIM 1410 sekarang dan Kantor Pemerintahan Negara ( KPN ) sebagai Onder Afdeeling Bonthain digunakan Kantor Polsek Bantaeng saat ini.
Sejak tahun 1727 hingga tahun 1941 tercatat 90 kali pergantian pejabat pemerintahan denga Residen pertama bernama Camerling seorang Belanda yang ditugaskan oleh Belanda sebgai pejabat pemerintahan di dua daerah, yakni Bhontain dan Bulukumba. Kemudian sejak tahun 1893 keresidenan diperluas dengan bergabungnya daerah Binamu (Jeneponto ), dan selanjutnya sejak tahun 1910 Afdeeling Bonthain ketika Jepang menguasai Asia dan menjajah Indonesia pada tahun 1942, maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda.




Masa Pemerintahan Jepang
Ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Jepang menguasai Bantaeng hingga tahun 1945 pusat pemerintahan ada di Makassar denga pejabat pemerintahan Jepang bernama Yamashita, yang meliputi seluruh daerah bagian selatan termasuk Bantaeng.
Dalam masa pemerintahan Jepang, banyak pejuang didaerah ini ikut serta bersatu padu dengan pejuang didaerah lain utnuk mewujudkan kemerdekaan Bangsa terutama menghadapi kekejaman penjajah Jepang di Indonesia.
Masa Pemerintahan NIT dan RIS

Pada saat pemerintahan peralihan , khususnya setelah berdirinya Negara Indonesi Timur dan Republik Indonesia Serikat, maka disusunlah pemerintahan baru dengan putera -putera Indonesia asli sebagai pejabat. Untuk pertama kalinya di daerah ini , seorang pejabat pribumi memimpin pemerintahan dengan jabatan Boofd Beestutrs Hoofd, yakni :
Abdurrachman Daeng Mamangung pada tahun 1949 - 1950
Mohammad Ali tahun 1950
Andi Sultan Daeng Radja tahun 1950 - 1951, yang kemudian menjabat kepala Afdeeling dengan tetap membawahi Onder Afdeeling Bonthain, Bulukumba dan Selayar.
Abdul Latief Daeng Massiki kemudian menggantikan sementara tahun 1951, ketika Andi Sultan Daeng Radja harus berangkat ke Jakarta sebagai salah seorang wakil Sulawesi ketika menyatakan tekad dan dukungan kepada pemerintah Republik Indonesia dan mnunjuk Dr. Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi .

Masa Terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Bantaeng


Berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi , maka status Bonthain sebagai daerah Afdeeling berakhir dan selanjutnya menjadi Kabupaten Daerah Tingkat I Bonthain. Pada tahun itu juga, maka nama Bonthain berubah menjadi Bantaeng dengan alas an nama itu tidak sesuai dengan alasan kemerdekaan , karena nama Bonthain berbau ciptaan Belanda.
Sebagai Bupati Kepala Daerah yang pertama ditunjuk adalah sebagai berikut :
1. A. Rivai Bulu yang dilantik pada tanggal 1 Februari 1960 oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 1965
2. Aru Saleh tahun 1965 sampai tahun 1966 menjabat Kepala Daerah sementara.
3. Haji. Solthan tahun 1966 sampai tahun 1971 berdasarkan hasil pemilihan secara Demokratisyang pertama kali dilaksanakan didaerah ini melalui DPR, Haji Solthan kemudian memasuki masa jabatan kedua tahun 1971 sampai tahun 1978
4. Drs. Haji Darwis Wahab selanjutnya terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah tahun 1978 sampai tahun 1982 dan dilanjutkan pda masa jabatan kedua tahun 1982 sampai tahun 1988.
5. Drs. H. Malingkai Maknun menjabat Bupati Kepala Daerah tahun 1988 sampai tahun 1993.
6. Drs. HM. Said Saggaf, M.Si. tahun 1993 sampai tahun 1998.
7. Drs. H. Asikin Solthan. M.Si. tahun 1998 sampai tahun 2003, dilanjut masa jabatan kedua kalinya Tahun 2003 sampai tahun 2008. Perlu diketahui bahwa Drs. H. Azikin Sulthan . M.Si. adalah sebagai Bupati Kepala Daerah pertama pada era reformasi hingga memasuki berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merubah status sebagai daerah Otonomi.
Maka pada tangga 25 Juni 2008 terjadi sejarah baru di daerah Bantaeng yakni diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dimana dilaksankan pemilihan Pemimin Pemerintahan oleh Rakyat tanpa terwakili DPRD maka pada saat itulah hanya empat pasangan putra terbaik di pilih rakyat yang diusung oleh sejumlah partai yang duduk di parlemen sebagai wakil rakyat  yang telah menempatkan yakni :
1. Drs. H. Syahan Solthan, M.Si.
2. DR. Ir. HM. Nurdin Abduah, M.Agr.
3. Ir. H. Arfandi Idris, S.H
4. H. Ibrahim Solthan, S.Sos.
Namun dalam pelaksanaan Pesta Demokrasi Rakyat Bantaeng yang ditentukan 127 ribu suara rakyat dengan tingkat persentasi sebesar 46 persen, maka dengan secara otomatis DR. Ir. HM. Nurdin Abdulla, M.Agr. yang brhak terpilih sebagai pemimpin Bantaeng periode 2008 sampai tahun 2013
Beberapa bangunan bersejarah
Balla’ Lompoa Lantebung

                                                                  ( Rumah Adat Balla’ Lompoa Lantebung )
Rumah Adat ini terletak di Jl. Bolu kampung Lantebung kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng dalam kota Bantaeng. Balla’ Lompoa berarti rumah besar dalam bahasa indonesia. Balla’ lompoa yang dikenal sebagai Rumah Adat Bantaeng ini luas tanahnya sekitar 1.617 meter persegi.  Rumah ini merupakan tempat kediaman Karaeng Bantaeng dan keluarga kerajaan. Rumah tradisional Makassar ini bentuknya seperti rumah panggung.Bangunan ini terdiri dari bangunan induk dan bangunan tambahan samping sebagai serambi. Bubungan atap berbentuk segitiga, terdapat anjungan dari kayu berbentuk kepala naga pada bagian depan dan berbentuk ekor naga pada bagian belakang.


Balla’ Lompoa Bantaeng

                                                            ( Rumah Adat Balla’ Lompoa Bantaeng )
Rumah Adat ini terletak di Jalan Dr. Ratulangi di kelurahan Letta  Kecamatan Bantaeng dalam kota Bantaeng. Balla’ lompoa berarti rumah besar dalam bahasa indonesia,Balla’ Lompoa yang dikenal sebagai Rumah Adat Bantaeng ini berdiri kokoh di pinggir jalan raya,rumah ini merupakan tempat berkantornya  Karaeng Bantaeng dan semua kegiatan nya dalam menjalankan tugasnya sebagai penguasa di Kerajaan Bantaeng. Rumah tradisional Makassar ini bentuknya seperti rumah panggung.
Bangunan ini terdiri dari bangunan induk dan bangunan tambahan samping sebagai serambi. Juga dilengkapi bangunan disebelah kanannya sebagai ruang rapat Karaeng bantaeng dengan perangkat Adat 12 nya.
Bubungan atap berbentuk segitiga, terdapat anjungan dari kayu berbentuk kepala naga pada bagian depan dan berbentuk ekor naga pada bagian belakang.





Balla’ Tujua

                                                            ( Balla’ Tujua Onto Bantaeng )
Balla Tujua berarti tuju buah rumah ini terletak di Perkampungan Tua Onto di Lereng Gunung Lompobattang di Desa Onto Kecamatan Bantaeng sekitar 12 km sebelah utara Ibukota Bantaeng.
Balla Tujua merupakan salah satu situs perkampungan yang menempati areal tanah milik masyarakat yang luasnya sekitar 5 hektar, disekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi hingga mencapai 60 meter serta rotan dan beberapa pohon lainnya.










Balla tujua ini adalah rumah yang dijadikan sebagai tempat pertemuan dari 7 orang pemimpin Kawasan yang masing diantaranya dipimpin oleh Kare, yaitu Kare Onto, Kare Bissampole, Kare Sinoa, Kare Gantarang Keke, Kare Mamampang, Kare Katampang dan Kare Lawi-Lawi, yang semua Kare tersebut dikenal dengan nama “Tau Tujua”
Didalam kawasan ini terdapat 7 buah rumah tinggal, ada 6 buah rumah diantaranya berukuran besar dan menghadap ke Utara, sedangkan yang satunya berukuran kecil menghadap ke Selatan.
Selain itu, dikawasan ini terdapat bangunan tempat upacara untuk kegiatan pelantikan kepala kaum, pesta perkawinan, dan upacara kelahiran bayi. Bangunan ini berupa rumah panggung dan pagar, yaitu Rumah Balla Lompoa, Balla To’do, dan Balla Ca’dia. Bangunan lainnya dikenal dengan nama Taka’ Bassia, yaitu bangunan bekas tempat penempaan besi, terletak di sebelah Selatan Balla Ca’dia.
Masyarakat yang tinggal disana merupakan satu dari tuju kelompok masyarakat yang ada di Bantaeng pada zaman dahulu. Setiap kelompok masyarakat dipimpin oleh kepala kaum yang disebut Totoa, dia dianggap tua atau dituakan dalam kelompoknya, selain itu dia dianggap memiliki kecakapan tertentu dan sebagai simbol kehadiran leluhur mereka.
Cikal bakal kerajaan Bantaeng berasal dari Onto. Kepala kaum di Onto bergelar Rampang yang digantikan oleh Kareang Loe ri Onto.



Balla’ Bassia
                                                                                   ( Balla’ Bassia Bantaeng )
Balla’ Bassia ini terletak di Jl. Bete – bete ,Kelurahan Letta Kecamatan Bantaeng. Balla’ bassia berarti Rumah Besi, disebut sebagai Balla’ Bassia karena konon kabarnya rumah ini adalah rumah pertama di Bantaeng yang memakai terali besi, rumah ini milik seorang saudagar kaya dari Bone, dia merantau ke Bantaeng untuk berdagang, dan sekarang rumah ini di huni oleh keturunan sang saudagar kaya,saudagar kaya itu adalah leluhur dari H. Makkatutu.
Bentuknya seperti rumah panggung biasa, namun yang unik adalah semua papan yang ada dirumah ini berwarna kehitam - hitaman, mungkin berasal dari kayu bassi, papan yang berasal dari kayu yang disebut kayu bassi karena warna nya yang hitam. Ukuran bangunan rumah yang besar melambangkan rumah ini memang rumah seorang saudagar kaya.







Mesjid Tua Tompong
                                                                        ( Kompleks Mesjid Tua Tompong Bantaeng )
Masjid tua ini terletak di Jl. Bete – bete kampung Tompong Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng. Konon Masjid ini dibangun tahun 1887 atas prakarsa Raja Bantaeng Karaeng Panawang bersama Adat 12, menempati areal tanah wakaf seluas 857 meter persegi. Untuk membangun Mesjid ini didatangkan seorang arsitek bernama La Pangewa dari Kabupaten Bone
Mesjid ini konon adalah sebuah Langgar, yang dibangun oleh Kali Baharuddin atas ijin karaeng Bantaeng. Kali Baharuddin adalah seorang perangkat Adat 12, yang merupakan penasehat spiritual Karaeng Bantaeng. Kali Baharuddin berasal dari Bone, leluhurnya merupakan keturunan Arung Palakka di Bone.Mesjid ini merupakan mesjid pertama yang dibangun di Bantaeng, pembangunan mesjid ini sebagai simbol bahwa Kerajaan Bantaeng dan penduduk di Bantaeng sudah lama menganut agama Islam.Sekilas tentang Mesjid kuno ini yang mana memiliki atap yang berbentuk tumpang tiga, bangunan induknya terdiri dari penampil dan tubuh mesjid, dinding mesjid dibagian utara, selatan dan barat terbuat dari tembok yang mempunyai ventilasi udara dari roster porselin berwarna hijau, dinding mesjid di bagian Timur terdiri dari empat pilar dengan gaya arsitektur Eropa. Tubuh mesjid terdiri dari tembok dengan 5 buah pintu masuk dan 6 buah jendela, diatas tiap pintuk masuk terdapat hiasan Kaligrafi Al-Qur’an, didalam tubuh mesjid terdapat 4 buah soko gutu berukuran 80 x 80 cm sebagai penopang atap, pada puncak mesjid terdapat mustak yang terbuat dari keramik masa Dinasti Ming, sedangkan di dalam mesjid terdapat pula mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari kayu bayam dengan relief dan kaligrafi.Dihalaman Timut mesjid terdapat 2 buah gapura pintu masuk berbentuk setengah lingkaran, disebeah kiri dan kanan gapura terdapat 2 buah kolam untuk tempat berwudhu dimana satu diantaranya ditutup dengan penutup yang berbentuk kubah.Dari masa kemasa Mesjid ini masih berdiri kokoh sampai sekarang dengan jamaah yang ratusan.

MAKAM RAJA-RAJA LA TENRI RUWA




( Makam Raja-raja La tenri Ruwa Bantaeng )
Kompleks makam para Raja-Raja ini merupakan salah satu bukti Kejayaan Bantaeng dimasa lalu dengan latar belakang sejarah bahwa Bantaeng merupakan Daerah kawasan para Raja-Raja atau lebih dikenal sebagai Karaengna Bantaeng. Kawasan ini terletak di tengah kota Kabupaten Bantaeng tepatnya di Lingkungan Lembang Cina Keurahan Pallantikang Kecamatan Bantaeng, sekitar 50 meter, untuk menuju kawasan ini kita bisa jalan kaki atau naik kendaraan. Sebelah timur kompleks makam ini terdapat Sungai Calendu yang bersambungan langsung ke laut, dalam kawasan makam in terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman, ruang informasi, kamar mandi dan WC, serta ruang tempat beristirahat.
Makam Raja-Raja Bantaeng ini lebih dikenal dengan Makam Raja-Raja La Tenri Ruwa, nama in diambil dari seorang tokoh sejarah yaitu La Tenri Ruwa yang makamnya ada dalam kompleks tersebut. LaTenri Ruwa adalam nama Raja Bone ke – 11, ia pertama menerima ajakan dari Raja Gowa ke – 14 Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk agama islam, selanjutnya menjadi penyebar agama Islam di Bantaeng.
Dalam Kompleks pemakaman ini terdapat sekitar 159 buah makam, bangunan makam ini terbuat dari batu karang, selebihnya daru batu cadas, batu bata, dan batu kapur yang memakai bahan perekat semen. Sangat banyak yang bisa kita nikmati di Kawasan ini dan kita bisa banyak belajar dari sebuah sejarah yang sangat kental dengan ke Karaengang.

Senin, 01 September 2014

Sejarah Tana Bangkala (BONE)


Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A. Sultan Kasim,2002). Kebesaran kerajaan Bone tersebut dapat memberi pelajaran dan hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global.
Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan kearah yang lebih baik.
Ketiga hal yang dimaksud adalah :

Pertama
, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.
Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 yang pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yang dikemukakan oleh Wiwiek P . Yoesoep (1982 : 10) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:
  1. Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
  2. Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
  3. Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
  4. Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).
Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.

Kedua
, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik.
Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.
Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang melahirkan TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain “LaMumpatue Ri Timurung” yang dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.

Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.
Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya. Demikian halnya (kabupaten Bone) potensi yang besar yang dimiliki, yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata dan potensi lainnya.
Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.

Salah satu obyek wisata di Propinsi Sulawesi Selatan yang layak dikunjungi adalah wisata pemandangan laut Tanjung Palette di Kabupaten Bone, tepatnya 20 menit dari kota Bone.
Tempat wisata ini sudah dilengkapi dengan tempat menginap yang cukup representatif yang terdiri dari cottage dan kamar hotel dengan fasilitas kolam renang yg menghadap laut arah pelabuhan Bajoe ( sayangnya kartu kredit/gesk belum berlaku di hotel ini sehingga harus bayar dg tunai).
Tanjung palette sangat cocok untuk wisata keluarga maupun rombongan karena dilengkapi juga dengan gazebo yg menjorok di tengah laut yang bisa digunakan untuk acara pertemuan santai maupun acara keluarga sambil memancing ikan ditepian pantai.
Untuk menuju ke tempat ini bagi mereka yg datang dari luar daerah dapat melaui route Bandara Internasional Hasanuddin - Maros- Bantimurung-Camba-Kota Bone - Tj Palette (ke Timur menuju arah Teluk Bone) dengan waktu tempuh sekitar 4 jam, sepanjang perjalanan akan menawarkan pemandangan batu alam yg sangat langka antara Banti Murung menuju Camba, selanjutnya akan disuguhi pemandangan alam yg indah dg kiri kanan hutan yg cukup lebat sepanjang camba menuju kota Bone.
Bagi penghoby fotografi akan sangat menarik untuk menelusuri rute ini (terutama penggemar lanscape dan foto detail) akan banyak ditemukan spot spot yg sangat bagus untuk dijepret, sedangkan bagi penggemar touring motor ini rute yg sangat menantang untuk diijelajahi jalan berkelok kelok dg hutan di kiri kanan pastinya akan sangat mengasyikkan.
 
. Letak Wilayah
Kabupaten Bone sebagai salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia, yang secara administratif terdiri dari 27 Kecamatan, 333 Desa dan 39 Kelurahan, yang letaknya 174 km kearah timur Kota Makassar, berada pada posisi 4° 13’- 506’ Lintang Selatan dan antara 119° 42’-120° 30’ Bujur Timur.
b. Luas
Luas wilayah Kabupaten Bone 4.559 km2 dengan rincian lahan sebagai berikut :
- Persawahan : 88.449 Ha
- Tegalan/Ladang : 120.524 Ha
- Tambak/Empang : 11.148 Ha
- Perkebunan Negara/Swasta : 43.052,97 Ha
- Rutan : 145.073 Ha
- Padang rumput dan lainnya : 10.503,48 Ha  
c. Batas Wilayah
- Sebelah Utara berbatasan Kabupaten Wajo, Soppeng
- Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Sinjai,Gowa
- Sebelah Timur berbatasan Teluk Bone
- Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Maros, Pangkep, Barru
d. Demografi
Jumlah penduduk 655.091 jiwa terdiri dari : pria 308.433 jiwa dan wanita 346.658 jiwa dengan kepadatan rata-rata 140 jiwa/km2.
Kecamatan:
e. Iklim
Wialayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 95% -99% dengan tempratur berkisar 260C – 340%. Pada periode April – September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober-Maret bertiup Angin Barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone.
Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu: Kecamatan Bontocani dan kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi wilayah timur. Rata-rata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm.
Pada wilayah Kabupatan Bone terdapat juga pengunungan dan pembuktian yangdari celah-celah terdapat aliran sungai. Disekitanya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisi sebagai yang berair pada musim hujan kurang lebih 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai walenae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan Sebagai Lekoballo.
Masyarakat Kabupaten Bone, sebagaimana Masyarakat kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, merupakan pemeluk Agama Islam yang taat, kehidupan mereka selalu diwarnai oleh keadaan yang serba Religius. Kondisi ini ditunjukkan dengan banyaknya tempat-tempat ibadah dan Pendidikan Agama Islam.
Sekalipun demikian Penduduk Kabupaten Bone yang mayoritas pemeluk agama Islam, tetapi di kota Watampone juga ada Gereja dalam arti pemeluk agama lain cukup leluasa untuk menunaikan Ibadahnya. Keadaan ini memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan keagamaan karena mereka saling hormat menghormati dan menghargai satu dengan lainnya.
Disamping itu peran pemuka agama teruatama para alim ulama sangat dominan dalam kehidupan keagamaan bahkan alim ulama merupakan figur kharismatik yang menjadi panutan masyarakat.
Dibidang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional maka Pemkab Bone untuk Sektor Pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini diharapkan pula adanya peningkatan relevansi pendidikan serta mempunyai keterkaitan yang sesuai dengan kebutuhan tuntutan.
Oleh karena itu mutu pendidikan selalu ditingkatkan sebagai upaya peningkatann SDM agar menguasai lptek. Peningkatan SDM tersebut mernpunyai nilai strategis karena merupakan prasyarat mutlak bagi Daerah Kabupaten Bone untuk mampu bersaing dalam Era Otonomi Daerah ini.
Sedangkan mengenai pengembangan Kebudayaan Pemkab Bone telah berupaya untuk membina Nilai-nilai Budaya Daerah sebagai unsur Budaya Nasional dengan berdasarkan pada penerapan Nilai-nilai Kepribadian Bangsa.

Dibidang Kesehatan dan Kependudukan Pemkab Bone telah berupaya untuk meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat termasuk keadaan gizi dan menciptakan NKKBS dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu Pemkab Bone telah memperluas pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat
a. Letak Wilayah
Kabupaten Bone sebagai salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia, yang secara administratif terdiri dari 27 Kecamatan, 333 Desa dan 39 Kelurahan, yang letaknya 174 km kearah timur Kota Makassar, berada pada posisi 4° 13’- 506’ Lintang Selatan dan antara 119° 42’-120° 30’ Bujur Timur.
b. Luas
Luas wilayah Kabupaten Bone 4.559 km2 dengan rincian lahan sebagai berikut :
- Persawahan : 88.449 Ha
- Tegalan/Ladang : 120.524 Ha
- Tambak/Empang : 11.148 Ha
- Perkebunan Negara/Swasta : 43.052,97 Ha
- Rutan : 145.073 Ha
- Padang rumput dan lainnya : 10.503,48 Ha
c. Batas Wilayah
- Sebelah Utara berbatasan Kabupaten Wajo, Soppeng
- Sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Sinjai,Gowa
- Sebelah Timur berbatasan Teluk Bone
- Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Maros, Pangkep, Barru
d. Demografi
Jumlah penduduk 655.091 jiwa terdiri dari : pria 308.433 jiwa dan wanita 346.658 jiwa dengan kepadatan rata-rata 140 jiwa/km2
e. Iklim
Wialayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 95% -99% dengan tempratur berkisar 260C – 340%. Pada periode April – September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober-Maret bertiup Angin Barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone.
Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu: Kecamatan Bontocani dan kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi wilayah timur. Rata-rata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm.
Pada wilayah Kabupatan Bone terdapat juga pengunungan dan pembuktian yangdari celah-celah terdapat aliran sungai. Disekitanya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisi sebagai yang berair pada musim hujan kurang lebih 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai walenae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan Sebagai Lekoballo.

Masyarakat Kabupaten Bone, sebagaimana Masyarakat kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan pada umumnya, merupakan pemeluk Agama Islam yang taat, kehidupan mereka selalu diwarnai oleh keadaan yang serba Religius. Kondisi ini ditunjukkan dengan banyaknya tempat-tempat ibadah dan Pendidikan Agama Islam.
Sekalipun demikian Penduduk Kabupaten Bone yang mayoritas pemeluk agama Islam, tetapi di kota Watampone juga ada Gereja dalam arti pemeluk agama lain cukup leluasa untuk menunaikan Ibadahnya. Keadaan ini memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan keagamaan karena mereka saling hormat menghormati dan menghargai satu dengan lainnya.
Disamping itu peran pemuka agama teruatama para alim ulama sangat dominan dalam kehidupan keagamaan bahkan alim ulama merupakan figur kharismatik yang menjadi panutan masyarakat.
Dibidang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional maka Pemkab Bone untuk Sektor Pendidikan diarahkan pada upaya peningkatan mutu pendidikan, dalam hal ini diharapkan pula adanya peningkatan relevansi pendidikan serta mempunyai keterkaitan yang sesuai dengan kebutuhan tuntutan.
Oleh karena itu mutu pendidikan selalu ditingkatkan sebagai upaya peningkatann SDM agar menguasai lptek. Peningkatan SDM tersebut mernpunyai nilai strategis karena merupakan prasyarat mutlak bagi Daerah Kabupaten Bone untuk mampu bersaing dalam Era Otonomi Daerah ini.
Sedangkan mengenai pengembangan Kebudayaan Pemkab Bone telah berupaya untuk membina Nilai-nilai Budaya Daerah sebagai unsur Budaya Nasional dengan berdasarkan pada penerapan Nilai-nilai Kepribadian Bangsa.

Dibidang Kesehatan dan Kependudukan Pemkab Bone telah berupaya untuk meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat termasuk keadaan gizi dan menciptakan NKKBS dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu Pemkab Bone telah memperluas pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat secara lebih merata kepelosok Desa.