PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN (Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP)
“Perkara Sampah Masuk Keranjang Sampah”
Bulan
Juli lalu aku mendapatkan perintah untuk meneliti berkas perkara dari
penyidik perihal dugaan “perbuatan tidak menyenangkan”, ini tentu saja
bukan yang pertama aku “mendapatkan” perkara dengan sangkaan Pasal 335
ayat (1) ke-1 KUHP, namun bila aku ingat tidak dari semuanya saat
tuntutan (requisitoir)
dibacakan, aku membuktikan pasal ini, ya biasanya memang dalam berkas
perkara yang dikirimkan oleh penyidik pasal yang dikenakan biasanya
berlapis ataupun bersifat alternatif seperti Pasal 335 ayat (1) ke-1
KUHP disandingkan dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 12/Drt/1951 yaitu
perbuatan secara tanpa hak membawa senjata penusuk maupun senjata
penikam. Aku sih ingin cerita kenapa aku tidak membuktikan Pasal 335
itu, tidak lain karena setiap kali mendapatkan pasal itu, aku merasa
perbuatan dari tersangka/terdakwa itu tidak memenuhi unsur dari Pasal
335 itu, namun anehnya selama kurang lebih 2 tahun aku bergelut dalam
pekerjaan yang senantiasa dan selalu berhadapan dengan masalah ini,
banyak sekali perkara yang dikerjakan penyidik menyelipkan Pasal 335 di
dalam sangkaannya, ini menjadi mengingatkanku pada waktu kuliah dulu
bahwa perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP adalah
“pasal karet” adalah “keranjang sampah”, bahkan banyak yang mengatakan
bahwa semua perbuatan dapat masuk dalam pasal ini, harusnya pasal ini
dihapus, tapi benarkah demikian sederhana?
Sebelum
mencoba mempreteli Pasal 335 ini, aku ingin sedikit melanjutkan cerita
tentang berkas perkara yang aku dapat bulan juli tadi, ya tindak pidana
yang disangkakan oleh penyidik adalah tunggal, gambaran kasus posisinya
kurang lebih begini “pelapor
sebutlah A, tengah membuang 1 kantong plastik sampah di areal sekitar
pasar desa, setelah membuang sampah tersebut A pulang dan kurang lebih
10 menit setelah itu, tetangganya si A katakanlah B yang tinggal di
sekitar pasar, mengambil sampah yang dibuang si A, dimana selanjutnya
membawa dan melemparkan sampah tersebut ke rumah A yang mengenai kaca
depan rumahnya, karena merasa terhina, A kemudian melaporkan B atas
perbuatan tidak menyenangkan.”, miris juga ketika mendapatkan perkara ini, “perkara sampah” yang masuk “keranjang sampah” ironis..
Baik
kita akan coba membedah perbuatan tidak menyenangkan ini, pertama
dengan melihat bunyi Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, disini aku memakai
KUHP terjemahan/disusun R. Soenarto Soerodibroto (pada pokoknya KUHP
mana aja sama karena semua berasal dari Wetboek van Strafrecht
atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dari jaman penjajahan
Belanda di Indonesia (Nederlandsch Indie), jadi kalaupun ada perbedaan
hanya pada penggunaan istilah dan susunan kalimat saja), dimana pasal
ini berbunyi “barang siapa secara
melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain
maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan baik
terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”
Bahwa bila kita melihat rumusan bagian inti delik (delicts bestanddelen) tersebut maka kita dapat melihat bahwa tindak pidana tersebut berupa :
1. Pelaku adalah barang siapa, artinya setiap orang (person) yang melakukan perbuatan tersebut yang mampu bertanggung jawab menurut hukum.
2. Bentuk perbuatan adalah memaksa, dimana
yang dimaksud dengan “memaksa” adalah menyuruh orang untuk melakukan
sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) sehingga orang itu melakukan
sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) berlawanan dengan kehendak
sendiri, (R. Soesilo).
3. Objeknya adalah : orang, bahwa perbuatan memaksa tersebut ditujukan kepada orang.
4. Dilakukan dengan Secara melawan hukum, singkatnya
adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum baik dalm arti obyektif
maupun hukum dalam arti subyektif dan baik hukum tertulis maupun hukum
tidak tertulis (lihat Arrest HR 6 Januari 1905 dan Arrest HR 31 Januari
1919).
5. Cara melakukan perbuatan (bersifat alternatif), yaitu dilakukan baik :
a. dengan kekerasan; untuk
unsur kekerasan, lihat Pasal 89 KUHP, dimana disamakan dengan melakukan
kekerasan adalah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi..
dimana menurut R. Soesilo, “tidak berdaya” artinya tidak mempunyai
kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan
perlawanan sedikitpun. atau dengan perbuatan lain; maupun dengan perbuatan yang tidak menyenangkan.
b. dengan ancaman kekerasan; atau dengan ancaman perbuatan lain; maupun dengan ancaman perbuatan yang tidak menyenangkan.
5. Tujuan pembuat melakukan perbuatan (bersifat alternatif) :
a. orang itu atau orang lain supaya melakukan sesuatu.
b. orang itu atau orang lain supaya tidak melakukan sesuatu.
c. orang itu atau orang lain membiarkan sesuatu.
Dalam prakteknya, penerapan
Pasal 335 KUHP oleh Mahkamah Agung R.I. (MA) akan menekankan pada
penafsiran terhadap “unsur paksaan” sebagai unsur utama yang harus ada
dalam rangkaian perbuatan yang tidak menyenangkan. Unsur paksaan,
menurut MA, tidak selalu diterjemahkan dalam bentuk paksaan fisik, tapi
dapat pula dalam bentuk paksaan psikis.
Dalam putusan Nomor : 675 K/Pid/1985 tanggal 4 Agustus 1987 yang memperbaiki putusan bebas (vrijspraak)
dari Pengadilan Negeri Ende Nomor : 15/Pid.B/1984 tanggal 26 Maret
1985, MA telah memberi kualifikasi perbuatan pidana yang tidak
menyenangkan yaitu: “Dengan sesuatu perbuatan, secara melawan hukum memaksa orang untuk membiarkan sesuatu.” Artinya,
ada rangkaian perbuatan terdakwa yang bersifat melawan hukum yang
melahirkan akibat yaitu orang lain atau korban tidak berbuat apa-apa
sehingga terpaksa membiarkan terjadinya sesuatu sedang dia (korban)
tidak setuju atau tidak mau terjadinya sesuatu tersebut, baik karena dia
tidak suka maupun karena dia tidak membolehkan terjadinya sesuatu
tersebut; akan tetapi dia tidak mempunyai kemampuan fisik dan psikis
untuk menolak, menghalangi, menghindar dari terjadinya perbuatan yang
bersifat melawan hukum tersebut.
Bahwa penekanan pada unsur “memaksa” sebenarnya adalah logis, karena
perbuatan tidak menyenangkan yang diatur dalam Pasal 335 ini bila kita
kaji sesungguhnya termasuk dalam Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Seseorang yang diatur dalam Bab XVIII KUHP,
dimana bila kita melihat tindak pidana atau katakanlah kejahatan yang
diatur di dalamnya kesemuanya menentukan bahwa seorang korban kejahatan
tidak dapat berbuat-apa, tidak berdaya dan/atau tidak memiliki pilihan
(kemerdekaan) untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana
kehendaknya sendiri, kita bisa melihat misalnya Pasal 324, 325, 326, 327
KUHP mengatur tentang kejahatan perniagaan budak, Pasal 328 KUHP
penculikan, 329 KUHP mengangkut orang ke daerah lain tidak sebagaimana
perjanjian kerja, Pasal 330, 331, 332 KUHP perihal membawa lari anak
dan/atau wanita belum dewasa, 333, 334 KUHP merampas kemerdekaan
seseorang (menahan/mengurung seseorang baik karena sengaja maupun alpa),
Pasal 335 KUHP perbuatan tidak menyenangkan (?), Pasal 336 KUHP pengancaman (ada beberapa perbuatan alternatif di dalamnya.
Dengan demikian masihkah kita mengatakan bahwa Pasal 335 KUHP ini
merupakan keranjang sampah? merupakan pasal karet? pasal yang dapat
digunakan siapa saja yang merasa tidak senang akan ulah atau perbuatan
seseorang yang kemudian melaporkan hal tersebut kepada kepolisian dengan
dalih melakukan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana yang dilakukan
A yang tidak senang akan tindakan tetangganya si B yang melempar
rumahnya dengan sekantong plastik sampah. Bahwa benar salah satu cita
hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban dalam hidup bermasyarakat, akan
tetapi tidak semua “masalah” yang notabene-nya adalah dassolen yang tidak ketemu/klop dengan dassein harus diselesaikan lewat institusi yang bernama hukumkan?
Bahwa
dalam kehidupan bertetangga kita semua mengharapkan ketertiban,
kerukunan, namun tentu tidak jarang kita temui kerukunan tersebut tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan, katakanlah ada tetangga kita yang
seringkali menyalakan tape/televisi/radio dengan suara yang keras hingga
membuat bising (apalagi dengan selera musik yang berbeda), ada tetangga
kita yang kebetulan rumahnya adalah sekretariat organisasi yang sering
mengadakan pertemuan, rapat hingga dini hari, ada tetangga (perempuan)
kita yang sering menerima tamu lelaki hingga tak kenal waktu dan banyak
lagi tetangga kita lainnya yang kadang pikir, sikap, prilakunya tidak
bisa kita terima, tapi pertanyaannya apakah semua harus kita selesaikan
lewat institusi hukum? Tentu tidak bukan, untuk itulah dalam kehidupan
bermasyarakat, kehidupan bertetangga ada institusi yang bernama Rukun
Tetangga (RT) ada institusi yang kita sebut dengan Rukun Warga (RW), ada
institusi yang kita sebut dengan Kepala Desa beserta jajarannya, itulah
institusi-institusi yang juga berperan dalam mewujudkan ketertiban,
kerukunan dalam hidup bermasyarakat.
Cukuplah
kita melihat berita-berita seperti Hamdani yang “melakukan pencurian”
sandal bolong PT Osaga Mas Utama yang ia kenakan untuk mengambil air
wudhu; nenek minah yang “mencuri” 3 buah kakao di Kebun PT. Rumpun Sari
Antan untuk dijadikan bibit; Basar dan Kholil dengan 1 buah semangka;
atau perbuatan tidak menyenangkan untuk CEO Buzz & Co, Sumardy si
pengirim peti mati; perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Lim Ping
Kiat yang dilaporkan dilaporkan PT ERA Indonesia ke Polres Jakarta
Barat karena telah menulis surat pembaca karena merasa dirugikan saat
membeli rumah di Taman Ratu melalui agen jasa penjualan rumah ERA Graha
Asri, perbuatan tidak menyenangkan Hendarman Supanji yang dilaporkan
Yusril Ihza Mahendra karena Pagar Kejaksaan Agung yang tergembok;
perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkan Nurdin Halid atas ucapan
Saleh Iskandar Mukandar (Ketua Persebaya 1927) di salah satu acara di
sebuah stasiun televisi yang mengatakan “Semua pengurus PSSI penipu”.
Hukum hendaknya membawa bahagia bukan sengsara..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar